Tuesday, January 24, 2012

Evolusi Alam dan Eksistensi Manusia

mosaic.jpg

Banyak orang mengenal teori evolusi sebatas kontroversi evolusi manusia dari kera yang banyak ditentang kaum agamawan. Evolusi sebenarnya adalah suatu proses alami dalam waktu sangat panjang yang dipengaruhi banyak faktor lingkungannya. Berdasarkan bukti-bukti ilmiah, evolusi di alam benar adanya. Tidak terbatas pada evolusi hewan, tetapi juga pada seluruh alam. Ayat-ayat Al- Qur’an yang menyatakan bahwa alam semesta dan isinya diciptakan dalam enam masa menunjukkan adanya proses kejadian yang tidak sekaligus jadi. Masalahnya, benarkah manusia berasal dari kera? Berdasarkan Al-Quran, kita harus menyatakan bahwa manusia bukan hasil evolusi hewan melainkan diciptakan secara khusus. Tulisan ini memadukan dalil Al-Quran dengan temuan ilmiah tentang evolusi di alam dan sedikit tentang eksistensi manusia.
Evolusi Alam Semesta
Alam diciptakan Allah dalam enam masa (Q.S. 41:9-12), dua masa untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi penghuninya. Ukuran lamanya masa (“hari”, ayyam) tidak dirinci di dalam Al-Qur’an. Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu. Namun, bedasarkan kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al- Qur-an (Q.S. 41:9-12 dan Q.S. 79:27-32) saya menafsirkan enam masa itu adalah enam tahapan proses sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak merupakan fokus perhatian.
Masa pertama dimulai dengan ledakan besar (big bang) (Q.S. 21:30, langit dan bumi asalnya bersatu) sekitar 12 - 20 milyar tahun lalu. Inilah awal terciptanya materi, energi, dan waktu. “Ledakan” itu pada hakikatnya adalah pengembangan ruang yang dalam Al-Quran disebutkan bahwa Allah kuasa meluaskan langit (Q.S. 51:47).

Masa kedua adalah pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung. Dalam bahasa AlQuran disebut penyempurnaan langit. Di dalam Al-Qur’an penciptaan langit kadang disebut sebelum penciptaan bumi dan kadang disebut sesudahnya karena prosesnya memang berlanjut. Itulah dua masa penciptaan langit. Dalam bahasa Al- Qura’n, big-bang dan pengembangan alam yang menjadikan galaksi-galaksi tampak makin berjauhan (makin “tinggi” menurut pengamat di bumi) serta proses pembentukan bintang-bintang baru disebutkan sebagai “Dia meninggikan bangunannya (langit) lalu menyempurnakannya” (Q.S. 79:28)

Masa ketiga dan keempatdalam penciptaan alam semesta adalah proses penciptaan tata surya termasuk bumi. Proses pembentukan matahari dan mulai dipancarkannya cahaya dan angin matahari itulah masa ketiga penciptaan alam semesta. Proto-bumi (‘bayi’ bumi) yang telah terbentuk terus berotasi yang menghasilkan fenomena siang dan malam di bumi. Itulah yang diungkapkan dengan indah pada ayat lanjutan pada Q.S. 79:29, “dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Masa pemadatan kulit bumi agar layak huni bagi makhluk hidup adalah masa keempat. Pemadatan kulit bumi yang menjadi dasar lautan dan daratan itulah yang nampaknya dimaksudkan “penghamparan bumi” pada Q.S. 79:30, “Dan bumi sesudah itu (sesudah penciptaan langit) dihamparkan- Nya.”

Menurut analisis astronomis, pada masa awal umur tata surya gumpalan-gumpalan sisa pembentukan tata surya yang tidak menjadi planet masih sangat banyak bertebaran. Salah satu gumpalan raksasa, menabrak bumi menyebabkan lontaran materi yang kini menjadi bulan. Hadirnya air dan atmosfer di bumi sebagai prasyarat kehidupan merupakan masa ke lima proses penciptaan alam. Di dalam Al- Qur’an Q.S. 21:30 memang disebutkan semua makhluk hidup berasal dari air.

Lahirnya kehidupan di bumi yang dimulai dari makhluk bersel tunggal dan tumbuhtumbuhan merupakan masa keenam dalam proses penciptaan alam. Proses geologis yang menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan lahirnya rantai pegunungan di bumi terus berlanjut. Tersedianya air, oksigen, tumbuhan, dan kelak hewan-hewan pada masa ke lima dan ke enam itulah yang agaknya dimaksudkan Allah memberkahi bumi dan menyediakan makanan bagi penghuninya (Q.S. 41:10). Di dalam Q.S. 79:31-33 hal ini diungkapkan sebagai penutup kronologis enam masa penciptaan, “Ia memancarkan dari padanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang- binatang ternakmu”.

Evolusi Kehidupan
Pemikiran tentang adanya evolusi kehidupan didasarkan pada temuan adanya kemiripan antar-spesies makhluk hidup. Perbedaan yang sifatnya gradual sangat mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Alasannya, hanya keturunan yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang akan mampu bertahan. Walaupun demikian, generasi yang telah beradaptasi dengan segala perubahan fisiknya tetap membawa sifat-sifat pokok dari induknya.
Penempatan manusia pada silsilah evolusi seperti itulah yang memicu penolakan pada teori evolusi. Dengan menggunakan dalil naqli dari ayatayat Al-Quran, sebenarnya masalah ini mudah diselesaikan tanpa penolakan secara apriori terhadap teori evolusi kehidupan ini. Menurut saya, teori evolusi tidak bertentangan dengan akidah bila disertai keyakinan bahwa proses itu terjadi menurut sunatullah, bukan proses kebetulan yang meniadakan peran Allah sebagai Rabbul alamin (pencipta dan pemelihara alam).

Eksistensi Manusia
Dalam keyakinan Islam, manusia diciptakan secara khusus untuk menjadi khalifah di bumi (Q.S. 2:29). Proses penciptaan Adam yang berbeda dengan makhluk lainnya disebutkan di dalam Q.S. 3:59 (penciptaannya serupa Nabi Isa dengan ‘kun fayakun’) dan Q.S. 32:7-8 (Adam dari tanah, keturunannya dari nuthfah). Kedua ayat itu menunjukkan bahwa Adam tidak diciptakan dari proses biologis perkawinan makhluk lainnya.
Menurut kajian paleoantropologis, manusia modern yang ada sekarang dikelompokkan sebagai Homo sapiens. Homo sapiens berasal dari Homo erektus, manusia purba yang sudah mengenal api untuk memasak dan penghangat. Ada beberapa hipotesis yang berusaha menjelaskan evolusi mereka. Namun semuanya tidak ada kepastian dari jalur mana lahirnya Homo erektus. Mungkinkah Homo erektus ini adalah anak cucu Adam yang sulit ditelusur pada silsilah evolusi karena diciptakan Allah secara khusus? Wallahu ‘alam, walaupun kita bisa menduganya ke arah itu. Yang jelas, anak cucu Adam pun berevolusi. Adanya berbagai ras manusia dengan warna kulit, bentuk dan warna rambut, serta postur tubuh yang berbeda-beda menunjukkan adanya evolusi manusia. Adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya yang berbeda- beda dalam jangka waktu sangat panjang menghasilkan generasi yang beraneka ragam. T. Djamaluddin adalah peneliti bidang matahari & lingkungan antariksa, Lapan, Bandung.


sumber : mentaritimur.com

0 comments: